Bonjour!
ʟᴀʏᴏᴜᴛ ʙʏ © ᴍ ᴏ ᴄ ʜ ᴀ
The layout was made specially for me.
All links open in a new tab.

 Zaman Mesolithikum
Mesolitikum atau Zaman Batu Tengah  (berasal dari Bahasa Yunani : mesos “tengah”, lithos “batu”) adalah suatu periode dalam perkembangan teknologi manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.

Zaman Mesolithikum di Indonesia umumnya tidak berbeda jauh dengan zaman paleozoikhum, manusia masih hidup dari berburu dan menangkap ikan (food gathering) akan tetapi, sebagian manusia sudah tidak hidup berpindah-pindah lagi (nomaden). Mereka sudah memiliki tempat tinggalnya sendiri dan mulai bercocok tanam secara sederhana. Tempat tinggal yang dipilih adalah di pinggir pantai (Kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua (Abris Sous Roche), sehingga banyak ditemukan peninggalan-peninggalannya berupa sampah dapur, pebble, hachecourt, pipisan, dll.

A. RAS POKOK

Sejak sekitar 10.000 tahun yang lalu ras manusia seperti yang kita kenal sudah mulai ada di Indonesia dan sekitarnya. Terutama ada dua ras yang terdapat di Indonesia pada zaman mesolitikum ini.
Pertama adalah ras Australomelanesid. Ras ini memiliki tinggi badan yang bervariasi nan cenderung besar. Tengkorak relatif kecil, dengan dahi agak miring. Bagian pelipisnya tidak membulat benar. Tengkoraknya lonjong atau sedang dan bagian kepala tengkoraknya menonjol seakan-akan sanggul. Dinding samping tengkorak hampir tegak lurus. Lebar mukanya sedang dengan rahang masuk kedalam. Alat pengunyah berupa gigi besar dan kuat.
Ras kedua adalah ras Mongolid. Ras ini variasi tinggibadannya tidak selebar dan setinggi ras Australomelanesid. Tengkoraknya bundar atau sedang dengan isi tengkorak rata-rata lebih besar. Dahinya lebih membulat dan rongga matanya biasanya memanjang dan berbentuk persegi. Mukanya lebar dan datar (arah mukanya dalam ke belakang) dengan hidung sedang atau lebar.


B. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM

Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)

kjokkenmoddinger

Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).

Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
pebble kapak genggam sumatera
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.

Hachecourt (kapak pendek)

Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.

 Pipisan

batu pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.


Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
sampung bone culture
Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.


Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)

Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)
abris sous roche
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.

KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH

bacson hoabinh
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:

  1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat.
  2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.


Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Filipina.

KEBUDAYAAN TOALA


lukisan pra sejarahDisebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengenai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.




"Zaman Mesolithikum" was Posted On: Kamis, 15 Januari 2015 @07.00 | 0 lovely comments

« Older posts | Newer posts»

Copyrighted © TeaCakeHouse. All rights reserved. Thank you.
View with Google Chrome in a 1280 x 800 SR. Inspired by Kaith, Images from Cursor from Images from

ʟᴀʏᴏᴜᴛ ʙʏ © ᴍ ᴏ ᴄ ʜ ᴀ