Gerakan 30 September PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai komunis terbesar di Indonesia,
bahkan di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. PKI sempat terpuruk
dikarenakan peristiwa Pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948. Tetapi bangkit
kembali semenjak D. N. Aidit menjadi ketua PKI. Sampailah PKI menjadi lima
parpol teratas yang memenangkan pemilu tahun 1955 dan memiliki lebih dari 20
juta anggota dan pendukung.
Pada Juli 1959, Soekarno mengeluarkan dekritnya yang menjadikan sistem “demokrasi
liberal” dibubarkan, dan digantikan dengan “demokrasi terpimpin”. Dan ini disambut hangat oleh PKI (Partai
Komunis Indonesia) dikarenakan ideologi yang digunakan Soekarno kala itu, yaitu
NASAKOM (Nasionalisme, Agama (Islam), dan Komunisme). Ditambah lagi dengan
hubungan Soekarno dengan PKI semakin erat semenjak pecahnya dwitunggal ─
Soekarno-Hatta, yang menjadikan D. N. Aidit sebagai ketua panitia perumusan
Garis Besar Haluan Negara. Dengan dijadikannya D. N. Aidit sebagai ketua, maka
ia akan memasukkan misi-misi PKI ke GBHN dengan mudah.
Kedudukan PKI semakin kuat dan dekat dengan Soekarno semenjak terjadinya
peristiwa “Ganyang Malaysia”. Federasi Malaysia telah membuat Soekarno murka
karena Malaysia telah menghina Indonesia dan Presidennya. Lalu, Soekarno
memerintahkan Angkatan Darat untuk meng-ganyang Malaysia. Tetapi Angkatan Darat
melakukannya ‘setengah hati’. Itu membuat Soekarno merasa terkhianati dan kecewa,
dan PKI memanfaatkan momen ini dan tampil menggelorakan “Ganyang Malaysia” dengan
baik dan mengambil simpati Soekarno.
Saat itu, terjadi persaingan PKI dan Angkatan Darat dikarenakan perbedaan ideologi
dan kepentingan. PKI ingin menjadikan Indonesia sebagai negara komunis,
sedangkan Angkatan Darat tetap ingin mempertahankan ideologi Indonesia, yaitu
pancasila.
PKI mulai melancarkan berbagai aksi-aksinya di beberapa daerah. Mulai dari
menghasut golongan buruh dan tani untuk mengambil alih tanah (PKI
memiliki propaganda yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah,
tidak peduli tanah siapapun, artinya tanah milik negara sama dengan milik
bersama). Lalu melakukan pengancaman dan berbagai tindak kekerasan terhadap
individu dan kelompok sasaran untuk menciptakan suasana penuh pertentangan.
Pada bulan Januari 1965, PKI memberi gagasan untuk membentuk Angkatan Kelima,
yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai untuk membentuk kekuatan
militer PKI.
PKI dan Angkatan Darat saling memfitnah satu sama lain. PKI menyebarkan
desas-desus berdasarkan Dokumen Gilchrist yang isinya kudeta yang akan dilakukan
Angkatan Darat dengan bantuan Blok Barat (khususnya Amerika Serikat). Tetapi
Angkatan Darat membantah berita itu dan menuduh PKI yang akan melakukan kudeta.
Lalu, muncul isu yang mengatakan bahwa Soekarno sedang sakit keras. Hal ini menyebabkan kasak-kusuk dan isu
perebutan kekuasaan apabila Soekarno meninggal meningkat.
PKI menganggap TNI – AD sebagai penghambat untuk menjadikan Indonesia
sebagai negara komunis. Maka, pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, PKI
menculik dan membunuh enam perwira tinggi Angkatan Darat yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Untung. Dan setelah peristiwa itu, Mayjen Soeharto yang dulunya adalah
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat melakukan penumpasan terhadap PKI. Ia
mengerahkan dua kekuatan dikerahkan dalam operasi penumpasan G
30 S/PKI, yaitu: Resimen
Pada Komando Angkatan Darat (RPKAD), dan
Batalyon 328/Pada Kujang/Siliwangi.
Berikut korban jiwa akibat Gerakan 30 September:
Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan
Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD
bidang Administrasi)
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III
Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD
bidang Intelijen)
Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV
Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur
Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang seharusnya menjadi sasaran utama,
selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani
Nasution dan ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean yang masih menjadi
perwira pertama militer tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Lubang
Buaya (Pondok Gede, Jakarta) dan ditemukan pada tanggal 3 Oktober.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil
Perdana Menteri II dr.J.Leimena)
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas,
Yogyakarta)
Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem
072/Pamungkas, Yogyakarta)
Peristiwa ini banyak sekali meninggalkan bekas luka bagi rakyat Indonesia
dari banyak sisi. Ideologi negara yang masih belum dan jauh dari kata mapan. Ketidakstabilan
kondisi politik Indonesia yang berbanding lurus dengan kondisi ekonomi.
Tingginya inflasi yang diikuti dengan kenaikan harga barang-barang yang sangat
signifikan. Demonstrasi yang terjadi secara besar-besaran dan diikuti dengan
keluarnya surat perintah Supersemar. Dan, naiknya Soeharto sebagai presiden
Indonesia ke-2.
Kesimpulan
PKI tidak bisa dianggap sepenuhnya dalang dari peristiwa ini, karena
sebenarnya banyak yang berperan dalam peristiwa ini. Dan, sampai sekarang
dalang dari peristiwa ini yang sebenarnya masih belum terungkap. Dari beberapa
informasi yang saya dapatkan, pasukan PKI saat itu hanya diperintahkan untuk
menculik para perwira tersebut, bukan membunuhnya. Jika demikian, berarti
terjadi miscommunication. Dan ada kejanggalan, yaitu Soeharto yang saat
itu memiliki posisi tertinggi kedua setelah Ahmad Yani, tidak menjadi sasaran.
Padahal seharusnya ia juga menjadi sasaran, karena pangkatnya yang cukup
tinggi. Soeharto justru malah menjadi orang yang sangat berperan dalam
penumpasan PKI. Dengan demikian, apakah bisa disimpulkan bahwa Soeharto-lah
dalangnya?
Tidak tahu pasti. Yang jelas tidak menutup kemungkinan akan terkuaknya
fakta-fakta mengejutkan tentang peristiwa ini.
Referensi:
http://www.academia.edu/4899882/GERAKAN_30_SEPTEMBER_1965_PKI
http://www.artikelsiana.com/2014/09/dampak-peristiwa-g30spki-Politik-Ekonomi.html
Wikipedia
lavienue.blogspot.com ^^
http://www.artikelsiana.com/2014/09/dampak-peristiwa-g30spki-Politik-Ekonomi.html
Wikipedia
lavienue.blogspot.com ^^
Siapakah Abdulkadir Widjojoatmodjo? Dan Mengapa Ia Menjadi Delegasi Belanda Saat Perjanjian Renville
Raden Abdulkadir Widjojoatmodjo lahir di Salatiga, pada 18 Desember 1904 dan meninggal di Den Haag, Belanda, 24 Desember 1992 pada umur 88 tahun. Ia adalah seorang keturunan Belanda-Indonesia dari
Jawa, tentara dan diplomat.
Ia
menghabiskan bertahun-tahun di Belanda. Mulai dari menjadi administrator,
konsultan, hingga menjadi colonel dalam KNIL dari Maluku.
Menurut saya, ia menjadi delegasi Belanda, karena ia memang sudah bertahun-tahun bekerja di Belanda, dan memiliki relasi yang kuat dengan Belanda (terbukti dengan diangkatnya ia menjadi kolonel di KNIL). Dan, menurut saya, yang membuatnya di pihak Belanda, adalah karena saat ia di Indonesia pasca kemerdekaan, ia diperlakukan seperti Paria.
Menurut saya, ia menjadi delegasi Belanda, karena ia memang sudah bertahun-tahun bekerja di Belanda, dan memiliki relasi yang kuat dengan Belanda (terbukti dengan diangkatnya ia menjadi kolonel di KNIL). Dan, menurut saya, yang membuatnya di pihak Belanda, adalah karena saat ia di Indonesia pasca kemerdekaan, ia diperlakukan seperti Paria.
Referensi:
Pendapat sendiri, dan Wikipedia
Diplomasi Dalam Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, Kelebihan Diplomasi, Dan Kekurangannya
Sebelum membahas kelebihan dan kekurangan diplomasi,
sebenarnya apa sih arti diplomasi itu sendiri? (Menurut wikipedia) Diplomasi
adalah seni dan praktik bernegosiasi oleh seseorang (disebut diplomat) yang biasanya
mewakili sebuah negara
atau organisasi.
Di Indonesia sendiri, sistem diplomasi juga digunakan untuk mempertankan kemerdekaan Indonesia.
Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan sistem diplomasi secara umum:
Kelebihan :
Terbangunnya citra negara dikalangan Internasional.
Mempermudah kerjasama antar negara.
Mempermudah mendapatkan dukungan dan pengakuan secara de jure.
Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, dan damai.
Kekurangan :
Tidak dapat menguasai wilayah secara utuh (bersyarat).
Banyak kesepakatan yang dilanggar.
Membahayakan jika diplomat disandera atau semacamnya.
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, perjuangan bangsa Indonesia belumlah selesai. Bangsa Indonesia harus berupaya mempertahankan kemerdekaan mereka agar para sekutu tidak merenggut kemerdekaan tersebut. Serangkaian cara telah dilakukan, mulai dari sistem konfrontasi hingga diplomasi. Indonesia telah menandatangi berbagai macam perjanjian agar bangsa Indonesia tetap bertahan. Berikut serangkaian diplomasi yang dilakukan Indonesia:
Perundingan Linggarjati
Perundingan ini dilakukan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia, dan ditandatangani secara sah oleh kedua belah pihak pada 25 Maret 1947.
Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:
Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. (Kerugian)
Tetapi perjanjian ini tidak berjalan mulus, pada 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
Perjanjian Renville
Perjanjian ini dilakukan oleh Indonesia dan Belanda di atas geladak kapal perang AS sebagai pihak netral, yaitu USS Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Isi perjanjian:
Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
Disetujuinya sebuah garis demarkasi (garis van Mook) yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Setelah perjanjian tersebut, pihak RI harus mengosongi wilayah-wilayah yang dikuasai TNI (selain Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera). Sekitar Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, dan mendapatkan julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.
Terbangunnya citra negara dikalangan Internasional.
Mempermudah kerjasama antar negara.
Mempermudah mendapatkan dukungan dan pengakuan secara de jure.
Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, dan damai.
Kekurangan :
Tidak dapat menguasai wilayah secara utuh (bersyarat).
Banyak kesepakatan yang dilanggar.
Membahayakan jika diplomat disandera atau semacamnya.
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, perjuangan bangsa Indonesia belumlah selesai. Bangsa Indonesia harus berupaya mempertahankan kemerdekaan mereka agar para sekutu tidak merenggut kemerdekaan tersebut. Serangkaian cara telah dilakukan, mulai dari sistem konfrontasi hingga diplomasi. Indonesia telah menandatangi berbagai macam perjanjian agar bangsa Indonesia tetap bertahan. Berikut serangkaian diplomasi yang dilakukan Indonesia:
Perundingan Linggarjati
Perundingan ini dilakukan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia, dan ditandatangani secara sah oleh kedua belah pihak pada 25 Maret 1947.
Hasil perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain berisi:
Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni. (Kerugian)
Tetapi perjanjian ini tidak berjalan mulus, pada 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
Perjanjian Renville
Perjanjian ini dilakukan oleh Indonesia dan Belanda di atas geladak kapal perang AS sebagai pihak netral, yaitu USS Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Isi perjanjian:
Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
Disetujuinya sebuah garis demarkasi (garis van Mook) yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda.
TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Setelah perjanjian tersebut, pihak RI harus mengosongi wilayah-wilayah yang dikuasai TNI (selain Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera). Sekitar Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, dan mendapatkan julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.
Perundingan
Roem-Royen
Perundingan ini diadakan untuk menghentikan konflik antara
Indonesia degan Belanda yang terus berlanjut. Perundingan ini dilaksanakan dari
17 April – 7 Mei 1949 di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Roem
dan delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. Van Royen. Akhirnya pada 7 Mei 1949
tercapai persetujuan yang dikenal dengan nama Roem-Royen Statement.
Isi perundingan:
Penghentian tembak menembak.
Pembebasan para peminpin RI yang ditahan Belanda.
Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta.
Segera diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi ini berlansung di Den Haag, pada 23 Agustus - 2 September 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, delegasi BFO (Bijjenkomst Federal Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid II, delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. Van Maarseveen dan UNCI diwakili oleh Chritchley.
Isi perundingan:
Penghentian tembak menembak.
Pembebasan para peminpin RI yang ditahan Belanda.
Pengembalian pemerintah RI ke Yogyakarta.
Segera diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi ini berlansung di Den Haag, pada 23 Agustus - 2 September 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, delegasi BFO (Bijjenkomst Federal Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid II, delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. Van Maarseveen dan UNCI diwakili oleh Chritchley.
Hasil keputusan KMB antara lain:
Belanda mengakui kedaulatan RIS pada akhir bulan Desember 1949 (27 Desember 1949)
Penyelesaian status Irian Barat ditunda setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan sederajat.
RIS harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.
Belanda menghendaki KNIL (tentara Belanda orang pribumi) agar dilebur menjadi APRIS, sedangkan Indonesia menghendaki KNIL dibubarkan.
Belanda mengakui kedaulatan RIS pada akhir bulan Desember 1949 (27 Desember 1949)
Penyelesaian status Irian Barat ditunda setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerjasama sukarela dan sederajat.
RIS harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942.
Belanda menghendaki KNIL (tentara Belanda orang pribumi) agar dilebur menjadi APRIS, sedangkan Indonesia menghendaki KNIL dibubarkan.
Dari beberapa
diplomasi tersebut, terdapat beberapa kelebihan maupun kekurangannya, berikut
kelebihan dan kekurangan diplomasi dalam upaya mempertahankan kemerdekaan
Indonesia:
Kelebihan:
Diakuinya kedaulatan RIS oleh Belanda pada tahun 1949
Penghentiannya tembak-menembak setelah Perundingan Roem-Royen
Diakuinya wilayah Indonesia secara de facto setelah Perundingan Linggarjati
Indonesia diakui secara de jure oleh beberapa negara.
Kekurangan:
Wilayah Indonesia tidak diakui secara utuh.
Indonesia harus membayar hutang Belanda sejak 1942.
Tertundanya status Irian Barat selama setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Bentuk negara yang tidak sesuai.
Referensi:
Wikipedia
http://wahyuniyuni.mywapblog.com/perjuangan-diplomasi-mempertahankan-keme.xhtml
Penghentiannya tembak-menembak setelah Perundingan Roem-Royen
Diakuinya wilayah Indonesia secara de facto setelah Perundingan Linggarjati
Indonesia diakui secara de jure oleh beberapa negara.
Kekurangan:
Wilayah Indonesia tidak diakui secara utuh.
Indonesia harus membayar hutang Belanda sejak 1942.
Tertundanya status Irian Barat selama setahun setelah pengakuan kedaulatan.
Bentuk negara yang tidak sesuai.
Referensi:
Wikipedia
http://wahyuniyuni.mywapblog.com/perjuangan-diplomasi-mempertahankan-keme.xhtml
Pahlawan Indonesia Yang Namanya Dijadikan Nama Jalan di Luar Negeri
Jalan Soekarno di Maroko
Jalan Soekarno di Maroko atau lebih dikenal sebagai ‘Rue Soukarno’
adalah nama sebuah jalan yang diberikan raja Maroko kepada Soekarno karena
peran Soekarno yang mengizinkan kitab karya ulama Maroko yang dijadikan bahan
rujukan wajib di berbagai pesantren di Indonesia.
Jalan Soekarno di Mesir
Tidak hanya di Maroko, nama Soekarno dijadikan nama sebuah jalan di Mesir.
Gamal Abdel Nasser, pemimpin kala itu, menjadikan nama Soekarno sebagai nama
salah satu jalan di Mesir sebagai penghargaan atas hubungan baik antara
Indonesia dan Mesir, yang bahkan sampai tercetus Konferensi Asia Afrika di
Bandung. Penambahan kata ‘Ahmed’ di depan kata ‘Soekarno’ diberikan oleh
para mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir sebagai penegasan bahwa Soekarno
adalah seorang Muslim.
Jalan Mohammad Hatta di Belanda
Pahlawan lainnya yang namanya diabadikan sebagai nama jalan di luar negeri
adalah mantan Wakil Presiden pertama kita, Mohammad Hatta. Namanya dijadikan
sebagai nama salah satu jalan di Belanda sebagai penghargaan atas peran
pentingnya pada kemerdekaan Indonesia dengan nama jalan ‘Mohammed
Hattastraat’.
Jalan Sutan Syahrir di Belanda
Sutan Syahrir pernah menimba ilmu di Fakultas Hukum Univ. Amsterdam, dan
setelah itu pindah kuliah ke Leiden School Of Indology. Dikarenakan pergaulan
Sutan Sjahrir yang luas dikalangan cendekiawan dan aktivis politik di Leiden,
namanya diabadikan sebagai nama jalan di Leiden, yang dikenal sebagai Sjahrirstraat.
Jalan R.A. Kartini di Belanda
Nama R.A. Kartini dijadikan nama jalan di Belanda sebagai penghargaannya
sebagai pahlawan yang memperjuangkan harkat maupun martabat para perempuan
dengan karyanya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Jalan Munir di Belanda
Munir
adalah tokoh utama yang mengusut
tuntas kasus orang-orang hilang yang marak terjadi setelah terjatuhnya rezim
pemerintahan presiden kedua negara republik Indonesia. Tetapi ia harus
kehilangan nyawanya pada 7 September 2004 karena keracunan makanan. Untuk
menghargai jasa-jasanya, namanya diabadikan di sebuah jalan di Den Haag,
Belanda.
Sources :
http://awanjakarta.com/berita-terkini/internasional/jalan-di-luar-negeri-dengan-nama-pahlawan-indonesia/
http://www.iqbalpajatapuih.com/2014/11/nama-pahlawan-yang-di-abadikan-sebagai.html
http://ayointer.net
http://aditkurniadi.blogspot.com/2015/08/nama-pahlawan-ri-di-jadikan-nama-jalan.html
google