Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
Sebelum budaya India masuk, di Indonesia sudah berkembang kepercayaan berupa pemujaan terhadap roh nenek moyang. Tetapi, setelah masuknya agama Hindu-Buddha di Indonesia, masyarakat secara berangsur-angsur memeluk agama Hindu-Buddha dimulai oleh para kaum raja dan keluarganya. Agama Hindu-Buddha di Indonesia sudah mengalami akulturasi dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme (Sinkritisme). Sehingga perkembangan agama Hindu-Buddha di India berbeda dengan di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilakukan oleh masyarakat Hindu Bali tidak dilakukan oleh masyarakat Hindu di India.
Bahasa
Pengaruh dalam bidang bahasa dapat dilihat oleh adanya penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat ditemukan sampai sekarang, dan bahasa ini memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia.
Organisasi sosial kemasyarakatan
Pengaruh dalam bidang ini dapat dilihat dalam organisasi politik yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Pemerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi dikerajaan Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.
Bidang Sosial
Dalam bidang sosial terjadi perubahan-perubahan dalam tata kehidupan sosial masyarakat. Perubahan itu terjadi sebagai akibat diperkenalkannya sistem kasta dalam masyarakat. Kasta-kasta itu diantaranya kasta brahmana, kasta ksatria, kasta waisya, dan kasta sudra.
Sistem pengetahuan
Pengaruh India terhadap bidang pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun Saka, tahun dalam kepercayaan Hindu. Satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun Saka dengan tahun Masehi adalah 78 tahun lebih awal dibanding Masehi. Contoh; misalnya tahun saka 654, maka tahun masehinya 654 + 78 = 732 M.
Teknologi
Pengaruh India terhadap bidang ini terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi pembuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan. Contoh candi Borobudur salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram.
Kesenian
Pengaruh dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra, seni bangunan dan seni pertunjukan.
1. Seni rupa
Unsur seni rupa India telah masuk ke Indonesia dibuktikan dengan ditemukannya relief-relief cerita sang Budha pada candi Borobudur, cerita Ramayana pada candi Prambanan. Dan sekarang relief-relief tersebut dijadikan hiasan pada bangunan, seperti yang terdapat pada pustaka wilayah yang terdapat di provinsi Riau.
2. Seni sastra
Bahasa sanskerta yang berasal dari India tersebut membawa pengaruh besar terhadap perkembangan sastra di Indonesia, seperti prasasti yang ditulis dengan huruf pallawa dan sanskerta. Tidak hanya itu kitab-kitab yang dibuat pada zaman tersebut juga memiliki nilai sastra yang tinggi.
3. Seni bangunan
Yang menjadi bukti berkembangnya budaya India di Indonesia adalah bangunan candi. Dasar bangunan candi merupakan hasil pembangunan bangsa Indonesia pada zaman megalitikum yang berupa punden berundak-undak kemudian mendapat pengaruh dari kebudayaan India sehingga menjadi wujud sebuah candi.
4. Seni Pertunjukan
Wayang Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa. Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon cerita dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India.
sources:
http://www.academia.edu/8267790/Pengaruh_Kebudayaan_India_Hindu-Budha_di_Indonesia
Teknologi
Pengaruh India terhadap bidang ini terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi pembuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan. Contoh candi Borobudur salah satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Mataram.
Kesenian
Pengaruh dalam bidang kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra, seni bangunan dan seni pertunjukan.
1. Seni rupa
Unsur seni rupa India telah masuk ke Indonesia dibuktikan dengan ditemukannya relief-relief cerita sang Budha pada candi Borobudur, cerita Ramayana pada candi Prambanan. Dan sekarang relief-relief tersebut dijadikan hiasan pada bangunan, seperti yang terdapat pada pustaka wilayah yang terdapat di provinsi Riau.
2. Seni sastra
Bahasa sanskerta yang berasal dari India tersebut membawa pengaruh besar terhadap perkembangan sastra di Indonesia, seperti prasasti yang ditulis dengan huruf pallawa dan sanskerta. Tidak hanya itu kitab-kitab yang dibuat pada zaman tersebut juga memiliki nilai sastra yang tinggi.
3. Seni bangunan
Yang menjadi bukti berkembangnya budaya India di Indonesia adalah bangunan candi. Dasar bangunan candi merupakan hasil pembangunan bangsa Indonesia pada zaman megalitikum yang berupa punden berundak-undak kemudian mendapat pengaruh dari kebudayaan India sehingga menjadi wujud sebuah candi.
4. Seni Pertunjukan
Wayang Seni pertunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa. Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon cerita dari kisah Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India.
sources:
http://www.academia.edu/8267790/Pengaruh_Kebudayaan_India_Hindu-Budha_di_Indonesia
Teori Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia
a. Teori Waisya
Teori ini menjelaskan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dibawa oleh kaum waisya (kaum pedagang). Salah satu pendukung teori ini adalah N.J. Krom. Menurutnya, orang India datang ke Indonesia untuk melakukan perdagangan.
Kaum ini diyakini berperan besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha sehingga diterima di kalangan masyarakat melalui hubungan dengan para penguasa-penguasa di Indonesia. Itulah yang menyebabkan terbukanya peluang terjadinya proses penyebaran agama dan budaya Hindu-Buddha.
b. Teori Ksatria
Teori ini menjelaskan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
C.C. Berg
Teori ini menjelaskan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha dilakukan oleh golongan ksatria. Pendukung teori Ksatria, yaitu:
C.C. Berg
Ia menjelaskan bahwa golongan ini turut menyebarkan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Mereka sedikit banyak membantu salah satu suku ketika terjadi perebutan kekuasaan di Indonesia. Ketika bisa memenangkan konflik tersebut mereka diberi hadiah, diantaranya ada yang dinikahkan dengan salah satu putri dari kepala suku atau kelompok yang dibantunya. Dari perkawinannya itu, para ksatria dengan mudah menyebarkan tradisi Hindu-Budha kepada keluarga yang dinikahinya tadi. Selanjutnya berkembanglah tradisi Hindu-Budha dalam kerajaan di Indonesia.
Mookerji
Ia mengatakan bahwa golongan ksatria dari India lah yang membawa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Para Ksatria ini selanjutnya membangun koloni-koloni yang berkembang menjadi sebuah kerajaan.
J.L. Moens
J.L. Moens
Ia menjelaskan bahwa proses terbentuknya kerajaan-kerajaan di Indonesia pada awal abad ke-5 ada kaitannya dengan situasi yang terjadi di India pada abad yang sama. Sekitar abad ke-5, ada di antara para keluarga kerajaan di India Selatan melarikan diri ke Indonesia sewaktu kerajaannya mengalami kehancuran. Mereka itu nantinya mendirikan kerajaan di Indonesia.
c. Teori Brahmana
Teori ini menjelaskan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia adalah kaum brahmana. Teori ini didukung oleh J.C. van Leur. Mereka datang ke Indonesia karena diundang oleh para penguasa di Indonesia untuk menjalankan ritual abhiseka (penobatan) menjadi raja dengan upacara Hindu. Selain itu, kaum brahmana juga memimpin upacara-upacara keagamaan dan mengajarkan ilmu pengetahuan.
d. Teori Sudra
Teori ini menjelaskan bahwa agama dan kebudayaan Hindu-Buddha dibawa ke Indonesia oleh kaum sudra yang kalah perang dengan India dengan mengikuti kaum waisya. Salah satu pendukung teori ini adalah Codes.
e. Teori Nasional
Teori ini menjelaskan bahwa penduduk Indonesia banyak yang aktif berdagang ke India, pulangnya membawa agama dan kebudayaan Hindu. Sebaliknya, raja-raja di Indonesia mengundang para brahmana dari India untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sendiri yang aktif memadukan unsur-unsur kebudayaan India. Banyak pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu–Buddha ke India dan setelah memperoleh ilmu, mereka kembali untuk menyebarkan agama di Tanah Air.
Terlepas dari teori tersebut , orang-orang Indonesia ikut memegang peranan penting dalam masuknya agama dan budaya India. Orang-orang Indonesia yang memiliki pengetahuan dari pada pendeta India kemudian pergi ke tempat asal guru mereka untuk melakukan ziarah dan menambah ilmu mereka.
Teori ini menjelaskan bahwa penduduk Indonesia banyak yang aktif berdagang ke India, pulangnya membawa agama dan kebudayaan Hindu. Sebaliknya, raja-raja di Indonesia mengundang para brahmana dari India untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sendiri yang aktif memadukan unsur-unsur kebudayaan India. Banyak pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu–Buddha ke India dan setelah memperoleh ilmu, mereka kembali untuk menyebarkan agama di Tanah Air.
Terlepas dari teori tersebut , orang-orang Indonesia ikut memegang peranan penting dalam masuknya agama dan budaya India. Orang-orang Indonesia yang memiliki pengetahuan dari pada pendeta India kemudian pergi ke tempat asal guru mereka untuk melakukan ziarah dan menambah ilmu mereka.
Sekembalinya dari India dengan bekal pengetahuan yang cukup, mereka ikut serta menyebarkan agama dan budaya dengan memakai bahasa mereka sendiri. Ajaran-ajaran yang mereka sebarkan dapat lebih cepat diterima oleh penduduk. Jadi, proses masuknya budaya India ke Indonesia menjadi lebih cepat dan mudah.
f. Teori Arus Balik
Teori ini menjelaskan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia dibawa oleh para pelajar (orang Indonesia) yang belajar atau mendalami agama Hindu di India kemudian setelah mereka menempuh pendidikan. Lalu mereka pulang dan menyebarluaskan ajaran Hindu kepada penduduk setempat.Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Ia mengemukakan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama Hindu. Penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksinya dengan para pedagang India, di Indonesia terbentuk masyarakat Hindu terdidik yang di kenal dengan sangha. Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Mereka kemudian memperdalam agama dan kebudayaan Hindu di India. Sekembalinya ke Indonesia mereka mengembangkan agama dan kebudayaan tersebut. Hal ini bisa diliat dari peninggalan dan budaya yang memiliki corak keindonesiaan.
sources:
http://www.materisma.com/2014/02/teori-masuknya-agama-dan-kebudayaan-hindu-buddha.html
http://tuanguru.com
http://www.academia.edu/8267790/Pengaruh_Kebudayaan_India_Hindu-Budha_di_Indonesia
f. Teori Arus Balik
Teori ini menjelaskan bahwa agama Hindu yang masuk ke Indonesia dibawa oleh para pelajar (orang Indonesia) yang belajar atau mendalami agama Hindu di India kemudian setelah mereka menempuh pendidikan. Lalu mereka pulang dan menyebarluaskan ajaran Hindu kepada penduduk setempat.Teori ini dikemukakan oleh F.D.K Bosch. Ia mengemukakan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama Hindu. Penyebaran budaya India di Indonesia dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksinya dengan para pedagang India, di Indonesia terbentuk masyarakat Hindu terdidik yang di kenal dengan sangha. Mereka giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Mereka kemudian memperdalam agama dan kebudayaan Hindu di India. Sekembalinya ke Indonesia mereka mengembangkan agama dan kebudayaan tersebut. Hal ini bisa diliat dari peninggalan dan budaya yang memiliki corak keindonesiaan.
sources:
http://www.materisma.com/2014/02/teori-masuknya-agama-dan-kebudayaan-hindu-buddha.html
http://tuanguru.com
http://www.academia.edu/8267790/Pengaruh_Kebudayaan_India_Hindu-Budha_di_Indonesia
Zaman Logam
Zaman logam atau perundagian adalah zaman dimana manusia saat itu sudah mulai membuat dan menggunakan alat-alat yang terbuat dari logam. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Zaman logam terdiri dari tiga zaman yaitu zaman perunggu, tembaga, dan besi. Di zaman ini, masyarakat yang hidup dari bercocok tanam mengalami tingkat kemajuan. Jika sebelumnya hanya dilakukan secara sistem ladang, sekarang menggunakan sistem persawahan.
A. CIRI-CIRI ZAMAN LOGAM
Adanya sistem perdagangan (barter) antar pulau di Indonesia dan Asia Tenggara. Barang-barang yang dipertukarkan ialah nekara perunggu, moko, manik-manik, rempah-rempah, jenis-jenis kayu, dan timah.
Yang sangat menonjol pada masa perundagian ini ialah kepercayaan. Penguburan orang yang meninggal dilaksanakan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penguburan langsung, mayat langsung dikuburkan di tanah atau ditempatkan dalam sebuah wadah di dalam tanah. Penguburan tidak langsung dilakukan dengan menguburkan mayat terlebih dahulu dalam tanah atau peti kayu berbentuk perahu. Kuburan ini sifatnya sementara. Setelah mayatnya menjadi rangka diambil dan dibersihkan, baru dikuburkan lagi dalam tempayan atau kubur batu.
Kemajuan dalam bidang teknik pengolahan logam dapat dilihat dari peninggalan yang ditinggalkan. Barang-barang logam itu antara lain nekara, kapak corong, arca perunggu, candrasa, gelang kaki, anting-anting, kalung, dan cincin.
B. ZAMAN LOGAM DI INDONESIA
Zaman Perunggu
Hasil kebudayaan perunggu yang ditemukan di Indonesia adalah :
1. Kapak Corong (Kapak Perunggu), banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Balio, Sulawesi dan Kepulauan Selayar dan Irian. Kegunaannya sebagi alat perkakas.
2. Nekara perunggu (Moko), berbentuk seperti dandang yang banyak ditemukan di Sumatera, Jawa Bali, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar dan Kep. Kei. Digunakan untuk acara keagamaan dan maskawin.
3. Bejana Perunggu, bentuknya mirip gitar Spanyol tetapi tanpa tangkai, dan hanya ditemukan di Madura dan Sumatera;
4. Arca-arca Perunggu, banyak ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang (Jatim) dan Bogor (Jabar). Perhiasan : gelang, anting-anting, kalung dan cincin. Kebudayaan Perunggu sering disebut juga sebagi kebudayaan Dongson-Tonkin Cina karena disanalah Pusat Kebudayaan Perunggu.
Zaman Besi
Pada masa ini di Indonesia tidak banyak ditemukan alat-alat yang terbuat dari besi.
Alat-alat yang ditemukan adalah mata kapak, yang dikaitkan pada tangkai dari kayu, berfungsi untuk membelah kayu. Mata Sabit, digunakan untuk menyabit tumbuh-tumbuhan; Mata pisau; Mata pedang; Cangkul, dll. Jenis-jenis benda tersebut banyak ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor, Besuki dan Punung (Jawa Timur).
sources :
katailmu.com
ryanismyname.blogspot.com
Zaman Megalithikum
Zaman
ini disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat
membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar. Pada
zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan, yaitu kepercayaan pada nenek
moyang.
A. PERIODISASI ZAMAN MEGALITIKUM
MENURUT VON HEINE
Kebudayaan Megalithikum
menyebar ke Indonesia melalui 2 gelombang yaitu :
1. Megalith Tua yang menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.
2. Megalith Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.
B. KEBUDAYAAN MEGALITIKUM
1. Megalith Tua yang menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, arca-arca statis.
2. Megalith Muda yang menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.
Apa yang dinyatakan dalam uraian di atas, dibuktikan dengan adanya penemuan bangunan batu besar seperti kuburan batu pada zaman prasejarah, banyak ditemukan manik-manik, alat-alat perunggu dan besi. Hasil kebudayaan megalithikum biasanya tidak dikerjakan secara halus, tetapi hanya diratakan secara kasar dan terutama hanya untuk mendapatkan bentuk yang diperlukan.
B. KEBUDAYAAN MEGALITIKUM
1. Menhir
Menhir adalah bangunan yang berupa tugu batu yang didirikan untuk upacara menghormati roh nenek moyang, sehingga bentuk menhir ada yang berdiri tunggal dan ada yang berkelompok serta ada pula yang dibuat bersama bangunan lain yaitu seperti punden berundak-undak. Lokasi tempat ditemukannya menhir di Indonesia adalah Pasemah (Sumatera Selatan), Sulawesi Tengah dan Kalimantan.
2. Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan dari batu yang bertingkat-tingkat dan fungsinya sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal.
Bangunan tersebut dianggap sebagai bangunan yang suci, dan lokasi tempat penemuannya adalah Lebak Sibedug/Banten Selatan dan Lereng Bukit Hyang di Jawa Timur, sedangkan mengenai bentuk dari punden berundak dapat Anda amati gambar-gambar berikut ini.
3. Dolmen
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.
Bagi masyarakat Jawa Timur, dolmen yang di bawahnya digunakan sebagai kuburan/tempat menyimpan mayat lebih dikenal dengan sebutan Pandhusa atau makam Cina.
Dolmen merupakan meja dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Lokasi penemuan dolmen antara lain Cupari Kuningan / Jawa Barat, Bondowoso / Jawa Timur, Merawan, Jember / Jatim, Pasemah / Sumatera, dan NTT.
Bagi masyarakat Jawa Timur, dolmen yang di bawahnya digunakan sebagai kuburan/tempat menyimpan mayat lebih dikenal dengan sebutan Pandhusa atau makam Cina.
4. Sarkofagus
Sarkofagus adalah keranda batu atau peti mayat yang terbuat dari batu. Bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Dari Sarkofagus yang ditemukan umumnya di dalamnya terdapat mayat dan bekal kubur berupa periuk, kapak persegi, perhiasan dan benda-benda dari perunggu serta besi.
Daerah tempat ditemukannya sarkofagus adalah Bali. Menurut masyarakat Bali Sarkofagus memiliki kekuatan magis/gaib. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa sarkofagus dikenal masyarakat Bali sejak zaman logam.
5. Peti
kubur
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.
6. Arca batu
Peti kubur adalah peti mayat yang terbuat dari batu-batu besar. Kubur batu dibuat dari lempengan/papan batu yang disusun persegi empat berbentuk peti mayat yang dilengkapi dengan alas dan bidang atasnya juga berasal dari papan batu.
Daerah penemuan peti kubur adalah Cepari Kuningan, Cirebon (Jawa Barat), Wonosari (Yogyakarta) dan Cepu (Jawa Timur). Di dalam kubur batu tersebut juga ditemukan rangka manusia yang sudah rusak, alat-alat perunggu dan besi serta manik-manik. Dari penjelasan tentang peti kubur, tentu Anda dapat mengetahui persamaan antara peti kubur dengan sarkofagus, dimana keduanya merupakan tempat menyimpan mayat yang disertai bekal kuburnya.
6. Arca batu
Arca/patung-patung dari batu yang berbentuk binatang atau manusia. Bentuk binatang yang digambarkan adalah gajah, kerbau, harimau dan moyet. Sedangkan bentuk arca manusia yang ditemukan bersifat dinamis. Maksudnya, wujudnya manusia dengan penampilan yang dinamis seperti arca batu gajah.
Arca batu gajah adalah patung besar dengan gambaran seseorang yang sedang menunggang binatang yang diburu. Arca tersebut ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera Selatan). Daerah-daerah lain sebagai tempat penemuan arca batu antara lain Lampung, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
7. Waruga
Waruga adalah peti kubur peninggalan budaya Minahasa pada zaman megalitikum. Didalam peti pubur batu ini akan ditemukan berbagai macam jenis benda antara lain berupa tulang- tulang manusia, gigi manuisa, periuk tanah liat, benda- benda logam, pedang, tombak, manik- manik, gelang perunggu, piring dan lain- lain. Dari jumlah gigi yang pernah ditemukan didalam waruga, diduga peti kubur ini adalah merupakan wadah kubur untuk beberapa individu juga atau waruga bisa juga dijadikan kubur keluarga (common tombs) atau kubur komunal. Benda- benda periuk, perunggu, piring, manik- manik serta benda lain sengaja disertakan sebagai bekal kubur bagi orang yang akan meninggal.
Zaman Neolithikum
Zaman neolithikum
diartikan sebagai zaman batu muda, karena zaman ini merupakan zaman batu
termuda dari urutan-urutan zaman batu. Pada zaman ini, batu yang digunakan
telah dibentuk dan diasah dengan lebih baik. Di zaman ini, pola hidup manusia
berubah, dari food gathering ke food producing atau yang biasa kita
sebut dengan ‘bercocok tanam’. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai
dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat
ladang-ladang. Zaman ini dijadikan tonggak awal masa revolusi
peradaban Indonesia dikarenakan di masa ini manusia sudah mulai mengenal bercocok
tanam serta mengenal kepercayaan kepada nenek moyang. Mereka sudah mengenal
upacara yang ditujukan kepada orang yang meninggal, terutama mereka yang
dianggap terkemuka dimasyarakat.
A. PENINGGALAN-PENINGGALANNYA
1. Kapak persegi
Kapak-kapak persegi di Indonesia ditemukan terutama di dapatkan di Sumatra,
Kalimantan, Jawa, dan Bali. Di bagian timur negeri Indonesia di temukan di Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi (suprapta, 1991:46).
Sedangkan menurut Samidi (1991:6),
kapak persegi ditemukan di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Profinsi Jawa
Barat.
Fungsi kapak
persegi ialah sebagai tajak untuk menanam tumbuhan,
sebagai pisau untuk mengetam padi, sebagai alat pembuat
perahu (memotong,
mengerat, memukul), komoditas dagang (barter), dan sebagai bekal kubur
2. Kapak Lonjong
Kapak
lonjong ditemukan hanya terbatas di daerah bagian timur, yaitu Sulawesi, Sangihe Talaud,
Flores, Maluku, Leti Tanimbar, dan Papua.
(soejono 2009:221). Sedangkan menurut Soekmono dalam Suprapta (1991:48), daerah pusat pembuatan kapak lonjong Diperkirakan di
daerah Irian atau Papua sedangkan daerah persebarannya meliputi
daerah-daerah Seram, ..., Tanibar, Leti, Minahasa dan Serawak terutama
Kalimantan Utara.
Fungsi dari kapak
lonjong ini pada dasarnya sama dengan
kapak persegi. Kapak lonjong pada umumnya digunkan sebagai alat bercocok tanam.
Kapak lonjong yang berukuran besar digunakan sebagai alat perkakas sedangkan
kapak yang berukuran kecil digunakan sebagai wasiat atau pusaka yang mengandung
usur mistis.
Pada dasarnya
pembuatkan kapak lonjong dengan kapak persegi ini sama dengan pembuatan kapak
lonjong, yakni dengan mengikat kapak dengan tangkai yang sebelumnya sudah
diberi lu
Zaman Mesolithikum
Mesolitikum atau Zaman Batu Tengah (berasal dari Bahasa Yunani : mesos “tengah”, lithos “batu”) adalah suatu periode dalam
perkembangan teknologi manusia, antara Paleolitik atau Zaman Batu Tua dan Neolitik atau Zaman Batu Muda.
Zaman Mesolithikum di Indonesia umumnya tidak berbeda
jauh dengan zaman paleozoikhum, manusia masih hidup dari berburu dan menangkap
ikan (food gathering) akan tetapi,
sebagian manusia sudah tidak hidup berpindah-pindah lagi (nomaden). Mereka
sudah memiliki tempat tinggalnya sendiri dan mulai bercocok tanam secara
sederhana. Tempat tinggal yang dipilih adalah di pinggir pantai (Kjokkenmoddinger) dan di dalam gua-gua (Abris Sous Roche), sehingga banyak
ditemukan peninggalan-peninggalannya berupa sampah dapur, pebble, hachecourt, pipisan,
dll.
A. RAS POKOK
Sejak sekitar 10.000 tahun yang
lalu ras manusia seperti yang kita kenal sudah mulai ada di Indonesia dan
sekitarnya. Terutama ada dua ras yang terdapat di Indonesia pada zaman
mesolitikum ini.
Pertama adalah ras
Australomelanesid. Ras ini memiliki tinggi badan yang bervariasi nan cenderung
besar. Tengkorak relatif kecil, dengan dahi agak miring. Bagian pelipisnya
tidak membulat benar. Tengkoraknya lonjong atau sedang dan bagian kepala
tengkoraknya menonjol seakan-akan sanggul. Dinding samping tengkorak hampir
tegak lurus. Lebar mukanya sedang dengan rahang masuk kedalam. Alat pengunyah
berupa gigi besar dan kuat.
Ras kedua adalah ras Mongolid. Ras
ini variasi tinggibadannya tidak selebar dan setinggi ras Australomelanesid.
Tengkoraknya bundar atau sedang dengan isi tengkorak rata-rata lebih
besar. Dahinya lebih membulat dan rongga matanya biasanya memanjang dan
berbentuk persegi. Mukanya lebar dan datar (arah mukanya dalam ke belakang)
dengan hidung sedang atau lebar.
B. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM
Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
Kjokkenmoddinger
adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan
modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah
dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit
kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau
menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera
yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan
bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr.
P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan
hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper
(kapak genggam Palaeolithikum).
Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
Tahun
1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang
tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di
dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra
(Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra.
Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.
Hachecourt (kapak
pendek)
Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak
tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan
hachecourt/kapak pendek.
Pipisan
Selain
kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan
(batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan
untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan
cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk
keperluan religius dan untuk ilmu sihir.
Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
Berdasarkan alat-alat
kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa
Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan
flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga
alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari
alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung
Bone Culture.
Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
Abris Sous Roche
(Gua tempat tinggal)
Abris
Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada
zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan
binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr.
Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa
Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari
batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang
berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di
antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah
alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone
Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan
Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum.
Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan
Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini
dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris
Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya
ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di
goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz
Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap
sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk
itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala.
Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung
sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan,
Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap
goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan
ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.
KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH
Kebudayaan
ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam,
Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali,
seperti bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang
meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya
diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna
merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup.
Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini
banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah
bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi
pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke
Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh,
yakni:
- Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat.
- Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Filipina.
KEBUDAYAAN TOALA
Disebut juga kebudayaan flake dan blade.
Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa,
seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur. Perlakuan terhadap orang yang
meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mengering
akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan
akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam
gua terdapat lukisan mengenai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang
dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna merah tanda
berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera
(danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.
Zaman Paleolithikum
Zaman paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak
diasah atau dihaluskan. Zaman ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.
A. JENIS MANUSIA
Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, dan Homo Soliensis. Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo.
B. KEBUDAYAAN
Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
a. Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai. Kapak ini masih dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan. Para ahli menyebutkan bahwa kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)
b. Kebudayaan Ngandong
Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah, dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan)
Zaman Paleolithikum ditandai dengan kebudayan manusia yang masih sangat sederhana. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman Paleolithikum, yakni:
1. Hidup
berpindah-pindah (Nomaden)
2. Berburu (Food Gathering)
3. Menangkap ikan
2. Berburu (Food Gathering)
3. Menangkap ikan
C. ALAT-ALAT YANG DIGUNAKAN PADA ZAMAN PALEOLITHIKUM
1. Kapak Genggam
B
anyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper" (alat penetak/pemotong)
Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.
2. Kapak Perimbas
anyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper" (alat penetak/pemotong)
Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.
2. Kapak Perimbas
Kapak perimbas
berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata. Manusia
kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di
Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa
Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan,
Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan Pacitan.
3. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa
3. Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa
Salah satu alat
peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari
tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini
berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini
adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga
biasa digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan.
4. Flakes
4. Flakes
Zaman Prasejarah
Zaman Prasejarah adalah zaman dimana
kita belum mengenal tulisan. Zaman Prasejarah dimulai sejak adanya kehidupan
manusia di permukaan bumi. Zaman prasejarah disebut juga sebagai zaman
praaksara atau zaman nirleka (nir : tidak, leka : tulisan). Berakhirnya zaman prasejarah berbeda-beda di
setiap bangsa, tergantung kapan bangsa tersebut mengenal tulisan. Bangsa
Indonesia memulai masa sejarahnya pada sekitar abad ke-5 ketika berdirinya
Kerajaan Kutai, kerajaan tertua di Indonesia. Peninggalan tersebut berupa
prasasti berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam.
Berdasarkan peninggalannya, zaman
dibagi menjadi dua, yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman batu adalah zaman
ketika peralatan manusia secara dominan terbuat dari batuan. Sedangkan zaman
logam adalah masa dimana manusia mulai menggunakan logam sebagai peralatan.
Zaman batu terdiri dari :
Zaman logam terdiri dari
- Zaman
Tembaga
- Zaman
Perunggu
- Zaman
Besi